Almanak
Telah banyak buah karya
Ulama kita yang sangat bermanfaat salah satunya adalah almanak hijriah.
Memang ada perbedaan sedikit di berbagai daerah tentang ejaan dan
penghitungan dan alhamdulilah saya mendapatkan almanak dan cara
penghitungan dari Guru saya yang sangat saya hormati ( saya haturkan
banyak terimakasih ) . Dalam alamanak ini tahun - tahunnya dituliskan
berdasarkan numerologi huruf arab seperti tahun alif, jim dal..dan
seterusnya dengan penghitungan hari yang matang dengan almanak ini
semoga ikhwan dapat memberikan komentar dan masukan barangkali diantara
ikhwan semua ada yang mempunyai alamanak serta mengetahui cara lain
dalam penghitungannya.
gambar di bawah ini merupakan almanak buah karya K.H. Mama Amilin Syekh Abdul Jabbar
gambar
di bawah ini adalah csalah satu contoh dari almanak hijriah buah karya
K.H.Mama Amilin Syekh Abdul Jabbar yang saya dapat dari Guru saya yang
sangat saya hormati.
gambar di bawah ini saya dapat dari ngegogling, kalau nggak salah gambar ini berasal dari negara Brunai Darusalam .

“Dia (Allah) yang menjadikan matahari memancarkan sinar dan bulan memantulkan cahaya, dan Dia menentukan tahap-tahap peredarannya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan. Allah tidak menciptakan hal itu melainkan dengan kebenaran. Dia menjelaskan ayat-ayat-Nya bagi orang-orang yang berpengetahuan” (Al-Qur’an, Surat Yunus ayat 5).
MESKIPUN
negara kita memakai kalender Masehi sebagai almanak resmi, kalender
Hijriyah tidaklah mungkin diabaikan, sebab mayoritas bangsa kita memeluk
agama Islam yang menggunakan kalender Hijriyah untuk menentukan puasa
Ramadhan dan Idul Fitri, ibadah haji dan Idul Adha, masa iddah istri
yang ditinggal suami, perhitungan zakat tahunan, dan sebagainya.
Kenyataannya, sampai awal abad ke-20 kalender Hijriyah masih dipakai
oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara. Bahkan raja Karangasem Ratu Agung
Ngurah yang beragama Hindu, dalam surat-suratnya kepada gubernur
jenderal Hindia Belanda Otto van Rees yang beragama Nasrani, masih
menggunakan tarikh 1313 Hijriyah (1894 Masehi). Kalender Masehi secara
resmi dipakai di seluruh Indonesia mulai tahun 1910 dengan berlakunya
Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap, hukum yang menyeragamkan seluruh
rakyat Hindia Belanda.
Jenis-jenis KalenderAda tiga jenis kalender yang dipakai umat manusia penghuni planet ini.
Pertama,
kalender solar (syamsiyah, berdasarkan matahari), yang waktu satu
tahunnya adalah lamanya bumi mengelilingi matahari: 365 hari 5 jam 48
menit 46 detik atau 365,2422 hari.
Kedua,
kalender lunar (qamariyah, berdasarkan bulan), yang waktu satu tahunnya
adalah dua belas kali bulan mengelilingi bumi: 29 hari 12 jam 44 menit 3
detik (29,5306 hari = 1 bulan) dikalikan dua belas, menjadi 354 hari 8
jam 48 menit 34 detik atau 354,3672 hari.
Ketiga,
kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan
matahari. Oleh karena kalender lunar dalam setahun 11 hari lebih cepat
dari kalender solar, maka kalender lunisolar memiliki bulan interkalasi
(bulan tambahan, bulan ke-13) setiap tiga tahun, agar kembali sesuai
dengan perjalanan matahari.Kalender Masehi, Iran dan Jepang merupakan
kalender solar, sedangkan kalender Hijriyah dan Jawa merupakan kalender
lunar.
Adapun
contoh kalender lunisolar adalah kalender Imlek, Saka, Buddha, dan
Yahudi. Semua kalender tidak ada yang sempurna, sebab jumlah hari dalam
setahun tidak bulat. Untuk memperkecil kesalahan, harus ada tahun-tahun
tertentu menurut perjanjian yang dibuat sehari lebih panjang (tahun
kabisat atau leap year).Pada kalender solar pergantian hari berlangsung
tengah malam (midnight) dan awal setiap bulan (tanggal satu) tidak
tergantung pada posisi bulan. Adapun pada kalender lunar dan lunisolar
pergantian hari terjadi ketika matahari terbenam (sunset) dan awal
setiap bulan adalah saat konjungsi (Imlek, Saka, dan Buddha) atau saat
munculnya hilal (Hijriyah, Jawa, dan Yahudi). Oleh karena awal bulan
kalender Imlek dan Saka adalah akhir bulan kalender Hijriyah, tanggal
kalender Imlek dan Saka umumnya sehari lebih dahulu (kadang-kadang dua
hari, jika hilal ternyata masih di bawah ufuk) dari tanggal kalender
Hijriyah.Kalender Arab Pra-IslamSebelum kedatangan agama Islam yang
dibawa Nabi Muhammad s.a.w., masyarakat Arab memakai kalender lunisolar,
yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Tahun baru (Ra’s
as-Sanah = “Kepala Tahun”) berlangsung setelah berakhirnya musim panas
sekitar September. Bulan pertama dinamai Muharram, sebab pada bulan itu
semua suku atau kabilah di Semenanjung Arabia sepakat untuk mengharamkan
peperangan. Pada bulan Oktober daun-daun menguning sehingga bulan itu
dinamai Shafar (“kuning”). Bulan November dan Desember pada musim gugur
(rabi`) berturut-turut dinamai Rabi`ul-Awwal dan Rabi`ul-Akhir. Januari
dan Februari adalah musim dingin (jumad atau “beku”) sehingga dinamai
Jumadil-Awwal dan Jumadil-Akhir. Kemudian salju mencair (Rajab) pada
bulan Maret.Bulan April di musim semi merupakan bulan Sya`ban (syi`b =
lembah), saat turun ke lembah-lembah untuk mengolah lahan pertanian atau
menggembala ternak. Pada bulan Mei suhu mulai membakar kulit, lalu suhu
meningkat pada bulan Juni. Itulah bulan-bulan Ramadhan (“pembakaran”)
dan Syawwal (“peningkatan”). Bulan Juli merupakan puncak musim panas
yang membuat orang lebih senang duduk di rumah daripada bepergian,
sehingga bulan ini dinamai Dzul-Qa`dah (qa`id = duduk). Akhirnya,
Agustus dinamai Dzul-Hijjah, sebab pada bulan itu masyarakat Arab
menunaikan ibadah haji ajaran nenek moyang mereka, Nabi Ibrahim
a.s.Setiap bulan diawali saat munculnya hilal, berselang-seling 30 atau
29 hari, sehingga 354 hari setahun, 11 hari lebih cepat dari kalender
solar yang setahunnya 365 hari. Agar kembali sesuai dengan perjalanan
matahari dan agar tahun baru selalu jatuh pada awal musim gugur, maka
dalam setiap periode 19 tahun ada tujuh buah tahun yang jumlah bulannya
13 (satu tahunnya 384 hari). Bulan interkalasi atau bulan ekstra ini
disebut nasi’ yang ditambahkan pada akhir tahun sesudah
Dzul-Hijjah.Ternyata tidak semua kabilah di Semenanjung Arabia sepakat
mengenai tahun mana saja yang mempunyai bulan nasi’. Masing-masing
kabilah seenaknya menentukan bahwa tahun yang satu 13 bulan dan tahun
yang lain cuma 12 bulan. Lebih celaka lagi jika suatu kaum memerangi
kaum lainnya pada bulan Muharram (bulan terlarang untuk berperang)
dengan alasan perang itu masih dalam bulan nasi’, belum masuk Muharram,
menurut kalender mereka. Akibatnya, masalah bulan interkalasi ini banyak
menimbulkan permusuhan di kalangan masyarakat Arab yang saat itu masih
dalam suasana jahiliyah.Pemurnian Kalender LunarSetelah masyarakat Arab
memeluk agama Islam dan bersatu di bawah pimpinan Nabi Muhammad s.a.w.,
maka turunlah perintah Allah SWT agar umat Islam memakai kalender lunar
yang murni dengan menghilangkan bulan nasi’. Hal ini tercantum dalam
kitab suci Al-Qur’an Surat at-Taubah ayat 36 dan 37:“Sesungguhnya
bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketentuan
Allah ketika Dia menciptakan langit dan bumi, empat daripadanya
bulan-bulan haram (Dzul-Qa`dah, Dzul-Hijjah, Muharram, Rajab). Itulah
keputusan yang lurus (sesuai peredaran benda langit). Maka janganlah
kamu menganiaya dirimu (dengan berperang) pada bulan-bulan haram itu.
Dan (jika bulan-bulan haram telah lewat) perangilah kaum musyrikin
seutuhnya sebagaimana mereka memerangimu secara utuh pula. Ketahuilah
bahwa Allah menyertai orang-orang yang bertaqwa.Sesungguhnya bulan nasi’
(interkalasi) hanyalah tambahan bagi kekafiran. Orang-orang kafir
tersesat oleh bulan nasi’ itu. Mereka menghalalkan tahun yang satu dan
mengharamkan tahun yang lain untuk memanipulasi bilangan bulan yang
diharamkan Allah, sehingga mereka menghalalkan (perang) yang diharamkan
Allah. Dihiaskan kepada mereka keburukan perbuatan mereka. Allah tidak
memberikan petunjuk kepada orang-orang kafir.”Dengan turunnya wahyu
Allah di atas, maka Nabi Muhammad s.a.w. mengeluarkan dekrit bahwa
kalender Islam tidak lagi tergantung kepada perjalanan matahari. Hal ini
lebih dipertegas dalam khutbah Nabi di Arafah tatkala beliau menunaikan
haji. Meskipun nama-nama bulan dari Muharram sampai Dzul-Hijjah tetap
digunakan karena sudah populer pemakaiannya, bulan-bulan tersebut
bergeser setiap tahun dari musim ke musim, sehingga Ramadhan
(“pembakaran”) tidak selalu pada musim panas dan Jumadil-Awwal (“beku
pertama”) tidak selalu pada musim dingin.Mengapa harus kalender lunar
murni? Hal ini disebabkan agama Islam bukanlah hanya untuk masyarakat
Arab di Timur Tengah saja, melainkan untuk seluruh umat manusia di
berbagai penjuru bumi yang letak geografis dan musimnya berbeda-beda.
Sangatlah tidak adil jika misalnya Ramadhan (bulan menunaikan ibadah
puasa) ditetapkan menurut sistem kalender solar atau lunisolar, sebab
hal ini mengakibatkan masyarakat Islam di suatu kawasan berpuasa selalu
di musim panas atau selalu di musim dingin. Sebaliknya, dengan memakai
kalender lunar yang murni, masyarakat Kazakhstan atau umat Islam di
London berpuasa 16 jam di musim panas, tetapi berbuka puasa pukul empat
sore di musim dingin. Umat Islam yang menunaikan ibadah haji pada suatu
saat merasakan teriknya matahari Arafah di musim panas, dan pada saat
yang lain merasakan sejuknya udara Makkah di musim dingin.Perhitungan
Tahun HijriyahPada masa Nabi Muhammad s.a.w. penyebutan tahun tidaklah
memakai angka melainkan berdasarkan suatu peristiwa yang dianggap
penting pada tahun tersebut. Misalnya, Nabi Muhammad s.a.w. lahir
tanggal 12 Rabi`ul-Awwal Tahun Gajah (`Am al-Fil), sebab pada tahun
tersebut pasukan bergajah raja Abrahah dari Yaman berniat menyerang
Ka`bah. Nabi Muhammad s.a.w. mengalami Isra’ dan Mi`raj tanggal 27 Rajab
Tahun Dukacita (`Am al-Huzn), sebab pada tahun itu Khadijah (istri
Nabi) dan Abu Talib (paman Nabi) wafat. Kelahiran Nabi dan peristiwa
Isra’-Mi`raj masing-masing bertepatan dengan tanggal 23 April 571 dan 27
Februari 621 Masehi.Ketika Nabi Muhammad s.a.w. wafat tahun 632,
kekuasaan Islam baru meliputi Semenanjung Arabia. Tetapi pada masa
Khalifah Umar ibn Khattab (634-644) kekuasaan Islam meluas dari Mesir
sampai Persia. Pada tahun 638, gubernur Iraq Abu Musa al-Asy`ari
berkirim surat kepada Khalifah Umar di Madinah, yang isinya antara lain:
“Surat-surat kita memiliki tanggal dan bulan, tetapi tidak berangka
tahun. Sudah saatnya umat Islam membuat tarikh sendiri dalam perhitungan
tahun.”Khalifah Umar ibn Khattab menyetujui usul gubernurnya ini.
Terbentuklah panitia yang diketuai Khalifah Umar sendiri dengan anggota
enam Sahabat Nabi terkemuka, yaitu Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Talib,
Abdurrahman ibn Auf, Sa`ad ibn Abi Waqqas, Talhah ibn Ubaidillah, dan
Zubair ibn Awwam. Mereka bermusyawarah untuk menentukan Tahun Satu dari
kalender yang selama ini digunakan tanpa angka tahun. Ada yang
mengusulkan perhitungan dari tahun kelahiran Nabi (`Am al-Fil, 571 M),
dan ada pula yang mengusulkan tahun turunnya wahyu Allah yang pertama
(`Am al-Bi’tsah, 610 M). Tetapi akhirnya yang disepakati panitia adalah
usul dari Ali ibn Abi Talib, yaitu tahun berhijrahnya kaum Muslimin dari
Makkah ke Madinah (`Am al-Hijrah, 622 M).Ali ibn Abi Talib mengemukakan
tiga argumentasi. Pertama, dalam Al-Qur’an sangat banyak penghargaan
Allah bagi orang-orang yang berhijrah (al-ladziina haajaruu). Kedua,
masyarakat Islam yang berdaulat dan mandiri baru terwujud setelah hijrah
ke Madinah. Ketiga, umat Islam sepanjang zaman diharapkan selalu
memiliki semangat hijrah, yaitu jiwa dinamis yang tidak terpaku pada
suatu keadaan dan ingin berhijrah kepada kondisi yang lebih baik.Maka
Khalifah Umar ibn Khattab mengeluarkan keputusan bahwa tahun hijrah Nabi
adalah Tahun Satu, dan sejak saat itu kalender umat Islam disebut
Tarikh Hijriyah. Tanggal 1 Muharram 1 Hijriyah bertepatan dengan hari
Jum’at 16 Tammuz 622 Rumi (16 Juli 622 Masehi). Tahun keluarnya
keputusan Khalifah itu (638 M) langsung ditetapkan sebagai tahun 17
Hijriyah. Dokumen tertulis bertarikh Hijriyah yang paling awal
(mencantumkan Sanah 17 = Tahun 17) adalah Maklumat Keamanan dan
Kebebasan Beragama dari Khalifah Umar ibn Khattab kepada seluruh
penduduk kota Aelia (Jerusalem) yang baru saja dibebaskan laskar Islam
dari penjajahan Romawi.Sistem Kalender HijriyahDari Muharram sampai
Dzulhijjah, setiap bulan 30 atau 29 hari sehingga 354 hari setahun.
Dalam setiap siklus 30 tahun, 11 tahun adalah kabisat (Dzul-Hijjah
dijadikan 30 hari), yaitu tahun-tahun ke-2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21,
24, 26 dan 29. Awal bulan (tanggal satu) ditandai dengan munculnya hilal
(sehari atau dua hari sesudah konjungsi), yang dapat ditentukan dengan
metode hisab (perhitungan astronomis) atau metode ru’yah (menyaksikan
hilal dengan mata).Dalam tahun 2008 Masehi terdapat dua kali tahun baru
Hijriyah. Pada 10 Januari 2008, kita memulai tahun baru 1 Muharram 1429
Hijriyah, tahun ke-19 dalam siklus 1411-1440. Sebelum tahun 2008
berakhir, umat Islam merayakan tahun baru lagi, sebab tanggal 1 Muharram
1430 Hijriyah jatuh pada 29 Desember 2008.Oleh karena peredaran bulan
adalah sesuatu yang eksak, maka awal puasa dan Idul-Fitri pada masa
mendatang sudah dapat kita hitung secara ilmiah! Kita akan memulai
ibadah puasa Ramadhan tanggal 1 September 2008 dan merayakan Idul-Fitri
tanggal 1 Oktober 2008. Kemudian kita akan berpuasa Ramadhan lagi mulai
22 Agustus 2009, lalu berlebaran pada 20 September 2009. Selanjutnya
kita bertemu Ramadhan lagi tanggal 11 Agustus 2010 dan Idul-Fitri akan
jatuh pada 10 September 2010. Mudah-mudahan nanti tidak ada perbedaan
antara hisab dan ru’yah!Setiap 32 atau 33 tahun, dalam satu tahun Masehi
terjadi dua kali Idul-Fitri (awal Januari dan akhir Desember) seperti
pada tahun 2000 yang lalu. Para pegawai memperoleh THR dua kali, serta
Idul-Fitri berdekatan dengan Tahun Baru Masehi. Fenomena ini pernah
terjadi pada tahun 1870, 1903, 1935, 1968, dan akan berlangsung lagi
tahun 2033, 2065, 2098, 2130, dan seterusnya.
Konversi Kalender Hijriyah ke Masehi
1 Muharram 100 H = 3 Agustus 718 M
1 Muharram 200 H = 11 Agustus 815 M
1 Muharram 300 H = 18 Agustus 912 M
1 Muharram 400 H = 25 Agustus 1009 M
1 Muharram 500 H = 2 September 1106 M
1 Muharram 600 H = 10 September 1203 M
1 Muharram 700 H = 17 September 1300 M
1 Muharram 800 H = 24 September 1397 M
1 Muharram 900 H = 2 Oktober 1494 M
1 Muharram 1000 H = 18 Oktober 1591 M
1 Muharram 1100 H = 26 Oktober 1688 M
1 Muharram 1200 H = 4 November 1785 M
1 Muharram 1300 H = 12 November 1882 M
1 Muharram 1400 H = 21 November 1979 M
1 Muharram 1500 H = 29 November 2076 M
Oleh
karena 32 tahun Masehi = 33 tahun Hijriyah (97 tahun Masehi = 100 tahun
Hijriyah), maka konversi tahun Hijriyah ke tahun Masehi atau sebaliknya
dapat dilakukan dengan memakai rumus:M = 32/33 H + 622H = 33/32 ( M –
622 )Kalender Hijriyah setiap tahun 11 hari lebih cepat dari kalender
Masehi, sehingga selisih angka tahun dari kedua kalender ini lambat laun
makin mengecil. Angka tahun Hijriyah pelan-pelan ‘mengejar’ angka tahun
Masehi, dan menurut rumus di atas keduanya akan bertemu pada tahun
20526 Masehi yang bertepatan dengan tahun 20526 Hijriyah. Saat itu kita
entah sudah berada di mana. “Perhatikanlah waktu! Sesungguhnya manusia
benar-benar dalam kerugian...” demikian pesan suci Al-Qur’an.Kalender
SakaSebelum membahas kalender Hijriyah-Jawa, ada baiknya kita membahas
dahulu kalender Saka yang dipakai nenek moyang kita sewaktu masih
memeluk agama Hindu. Kalender Saka dimulai tahun 78 Masehi ketika kota
Ujjayini (Malwa di India sekarang) direbut oleh kaum Saka (Scythia) di
bawah pimpinan Maharaja Kaniska dari tangan kaum Satavahana.Tahun baru
terjadi pada saat Minasamkranti (matahari pada rasi Pisces) awal musim
semi. Nama-nama bulan adalah Caitra, Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana,
Bhadrawada, Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, Phalguna.
Kalender Saka merupakan kalender lunisolar. Agar sesuai kembali dengan
matahari, bulan Asadha dan Srawana diulang secara bergiliran setiap tiga
tahun dengan nama Dwitiya Asadha dan Dwitiya Srawana.Awal setiap bulan
adalah saat bulan mati (konjungsi), sehingga tanggal kalender Saka
umumnya lebih dahulu sehari dari tanggal kalender Hijriyah yang diawali
munculnya hilal. Setiap bulan dibagi menjadi dua bagian yaitu suklapaksa
(paro terang, dari bulan mati sampai purnama) dan kresnapaksa (paro
gelap, dari selepas purnama sampai menjelang bulan mati). Masing-masing
bagian berjumlah 15 atau 14 hari (tithi). Jadi kalender Saka tidak
mempunyai tanggal 16. Misalnya, tithi pancami suklapaksa adalah tanggal
lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah tanggal dua
puluh.Konsep sunya (kosong) dalam ajaran Hindu mendasari kalender Saka
untuk menghitung tahun dari Nol. Tanggal 1 Caitra tahun Nol bertepatan
dengan tanggal 14 Maret 78. Tahun baru 1 Caitra 1930 jatuh pada tanggal 7
Maret 2008. Di Indonesia kita mengenal tahun baru Saka sebagai Hari
Raya Nyepi.Di daratan Asia Tenggara, dari Myanmar sampai Vietnam,
berlaku kalender Buddha yang menghitung tahun dari 544 SM, tahun
Siddharta Gautama dilahirkan. Sistem kalendernya sama dengan kalender
Saka. Tahun baru 2552 jatuh pada tanggal 7 Maret 2008. Tetapi tanggal
yang dimuliakan umat Buddha bukanlah tahun baru, melainkan malam purnama
bulan Waisaka, saat kelahiran dan pencerahan Sang Buddha. Itulah Hari
Raya Waisak yang tahun ini jatuh pada tanggal 20 Mei 2008.Kalender
Hijriyah-JawaKalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad ke-17.
Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan kalender Saka dan
kalender Hijriyah secara bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka
atau 1043 Hijriyah), Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo
Molana Matarami (1613-1645) dari Mataram menghapuskan kalender lunisolar
Saka dari Pulau Jawa, lalu menciptakan Kalender Jawa yang mengikuti
kalender lunar Hijriyah. Cuma bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan.
Jadi 1 Muharram 1043 Hijriyah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh
pada hari Jum`at Legi (Sweet Friday) tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka
tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriyah. Keputusan
Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abul-Mafakhir Mahmud
Abdulkadir (1596-1651) dari Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat
riwayatnya di seluruh Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang
sangat bercorak Islam dan sama sekali tidak lagi berbau Hindu atau
budaya India.Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa: Muharam,
Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb,
Saban, Ramelan, Sawal, Dulkangidah, Dulkijah. Muharram juga disebut
bulan Sura sebab mengandung Hari Asyura 10 Muharram. Rabi`ul-Awwal
dijuluki bulan Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad s.a.w.
Rabi`ul-Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya “sesudah
Mulud”. Sya`ban merupakan bulan Ruwah, saat mendoakan arwah keluarga
yang telah wafat, dalam rangka menyambut bulan Pasa (puasa Ramadhan).
Dzul-Qa`dah disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari
raya. Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat
berlangsungnya ibadah haji dan Idul Adha.Nama-nama hari dalam bahasa
Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra,
Sanaiscara) yang berbau jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga
dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama hari dalam
bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa: Ahad, Senen, Seloso,
Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu. Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon,
Wage, Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini
merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka
atau budaya India.Dalam setiap siklus satu windu (delapan tahun),
tanggal 1 Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1, ke-5,
ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya tahun-tahun Jawa
dalam satu windu dinamai berdasarkan numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha
(5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Waw (6) dan Jim Akhir
(3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal,
Je, Dal, Be, Wawu dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Dal dan Jimakir
ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah (354 x
8) + 3 = 2835 hari, angka yang habis dibagi 35 (7 x 5). Itulah sebabnya
setiap awal windu (1 Muharam tahun Alip) selalu jatuh pada hari dan
pasaran yang sama.Menarik untuk dicatat bahwa jika umat Islam di luar
Jawa hanya mengenal Senin 12 Rabi`ul-Awwal sebagai hari dan tanggal
kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. maka umat Islam di Jawa menyebutkan saat
lahirnya Junjungan kita yang mulia itu secara lebih komplit: Senin Pon
12 Rabingulawal (Mulud) Tahun Dal.Oleh karena kabisat Jawa tiga dari
delapan tahun (3/8 = 45/120), sedangkan kabisat Hijriyah 11 dari 30
tahun (11/30 = 44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun), yang
disebut satu kurup, kalender Jawa harus hilang satu hari, agar kembali
sesuai dengan kalender Hijriyah. Sebagai contoh, kurup pertama
berlangsung dari Jum`at Legi 1 Muharam tahun Alip 1555 sampai Kamis
Kliwon 30 Dulkijah tahun Jimakir 1674. Di sini 30 Dulkijah dihilangkan.
Dengan demikian Rabu Wage 29 Dulkijah tahun Jimakir 1674 akhir kurup
pertama langsung diikuti oleh awal kurup kedua Kamis Kliwon 1 Muharam
tahun Alip 1675. Jadi, awal windu (1 Muharam tahun Alip) bergeser dari
Jum`at Legi menjadi Kamis Kliwon. Setelah 120 tahun berikutnya, awal
windu harus bergeser lagi menjadi Rabu Wage, kemudian pada gilirannya
menjadi Selasa Pon, dan seterusnya.Setiap kurup (periode 120 tahun)
dinamai menurut hari pertamanya. Periode 1555-1674 (1633-1749 Masehi)
disebut kurup jamngiah (Awahgi = tahun Alip mulai Jumuwah Legi),
kemudian periode 1675-1794 (1749-1866 Masehi) disebut kurup kamsiah
(Amiswon = Alip-Kemis-Kliwon), dan periode 1795-1914 (1866-1982 Masehi)
disebut kurup arbangiah (Aboge = Alip-Rebo-Wage).
Sejak
tanggal 1 Muharam tahun Alip 1915 (1 Muharram 1403 Hijriyah) yang
bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 1982, kita berada dalam kurup
salasiah (Asopon = Alip-Seloso-Pon), yaitu periode 1915-2034 Jawa
(1982-2099 Masehi), di mana setiap tanggal 1 Muharam tahun Alip pasti
jatuh pada hari Selasa Pon.
1 Muharam Alip 1939 (1427 H) = Selasa Pon 31 Januari 2006
1 Muharam Ehe 1940 (1428 H) = Sabtu Pahing 20 Januari 2007
1 Muharam Jimawal 1941 (1429 H) = Kamis Pahing 10 Januari 2008
1 Muharam Je 1942 (1430 H) = Senin Legi 29 Desember 2008
1 Muharam Dal 1943 (1431 H) = Jumat Kliwon 18 Desember 2009
1 Muharam Be 1944 (1432 H) = Rabu Kliwon 8 Desember 2010
1 Muharam Wawu 1945 (1433 H) = Ahad Wage 27 November 2011
1 Muharam Jimakir 1946 (1434 H) = Kamis Pon 15 November 2012
1 Muharam Alip 1947 (1435 H) = Selasa Pon 5 November 2013
1 Muharam Ehe 1948 (1436 H) = Sabtu Pahing 25 Oktober 2014
1 Muharam Jimawal 1949 (1437 H) = Kamis Pahing 15 Oktober 2015
1 Muharam Je 1950 (1438 H) = Senin Legi 3 Oktober 2016
1 Muharam Dal 1951 (1439 H) = Jumat Kliwon 22 September 2017
1 Muharam Be 1952 (1440 H) = Rabu Kliwon 12 September 2018
1 Muharam Wawu 1953 (1441 H) = Ahad Wage 1 September 2019
1 Muharam Jimakir 1954 (1442 H) = Kamis Pon 20 Agustus 2020
1 Muharam Alip 1955 (1443 H) = Selasa Pon 10 Agustus 2021
1 Muharam Alip 1955 (1443 H) = Selasa Pon 10 Agustus 2021
1 Muharam Ehe 1956 (1444 H) = Sabtu Pahing 30 Juli 2022
1 Muharam Jimawal 1957 (1445 H) = Kamis Pahing 20 Juli 2023
1 Muharam Je 1958 (1446 H) = Senin Legi 8 Juli 2024
1 Muharam Dal 1959 (1447 H) = Jumat Kliwon 27 Juni 2025
1 Muharam Be 1960 (1448 H) = Rabu Kliwon 17 Juni 2026
1 Muharam Wawu 1961 (1449 H) = Ahad Wage 6 Juni 2027
1 Muharam Jimakir 1962 (1450 H) = Kamis Pon 25 Mei 2028
sumber ; ikrar-arohman.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar