Minggu, 22 September 2013





Mama Abdul Jabar

image
RIWAYAT SINGKAT
KH. AMILIN ABDUL JABAR


Kata Pengantar
Segala puji dan syukur di sertai kerendahan hati kehadirat Alloh SWT, Dzat Asmanya Abdul Jabar. Kami menyusun, menulis dan merangkum Riwayat hidup KH. AMILIN ABDUL JABAR (Mama Iming (Alm)). Dengan segala kekurangan, kehilafan, atau pun kealfaan, Alhamdulillah rangkuman riwayat hidup beliau terlaksana kami susun dan seandainya dalam penyusunan / penulisan ada bahasa yang kurang tepat, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian semoga riwayat hidup beliau ini akan memberikan keyakinan penuh bagi kita semua yang sepaham, sepengertian dan seaqidah dalam mempelajari Ilmu Pengertian Asma Abdul Jabar.




RIWAYAT SINGKAT
KH. MAMA AMILIN ABDUL JABAR


KH. MAMA AMILIN ABDUL JABAR di lahirkan pada tahun 1896 di kampung Cimencek Cintarakyat (Tjimentjek Tjintarakjat) Garut - Jawa Barat - Indonesia, Kemudian pada usia 7 tahun (tahun 1903) beliau masuk ke Sekolah Rakyat Subsidi, di Samarang Garut selama 6 tahun, lulus Sekolah Rakyat pada tahun 1909. Selanjutnya pada tahun itu juga mulai belajar mengaji Al-Qur’an (masuk pesantren) pada Ajengan ROJI di kampung Tanjung singuru Garut, pada tahun 1915 beliau melanjutkan pendidikan kepesantrenan pada Ajengan IMAM PODJAN (Garut). Setelah beliau menimba ilmu keagamaan, maka pada tahun 1921 beliau mulai memberikan pelajaran kepada anak-anak di kampung Pangsor Desa Sukarasa Kecamatan Samarang Garut. Pada tahun 1928 KH. Amilin Abdul Jabar pergi menunaikan ibadah haji ke Mekah Al-Mukaromah, serta oleh IMAM SAFE’I beliau di beri gelar nama: HAJI ABDUL JABAR, lalu memperdalam Ilmu Islam Tauhid kepada Syekh Patoni serta akhirnya beliau pulang kembali ke garut. Berhubungan dengan timbulnya masa peralihan maka keadaan meminta untuk bertindak bahkan rakyat seluruhnya mrnjadi berubah, gerak dan bergejolak serta memberontak. Kesimpulannya pada tahun 1945 KH. Mama Amilin Abdul Jabar beserta kawan-kawan seluruhnya kurang lebih 3.000 (tiga ribu) orang berhijrah menuju ke kota Bandung dengan perjalanan berangsur-angsur serta bermarkas:

1. Di Jalan Kepatihan
2. Di Jalan Tikukur (Jalan HB)
3. Di Jalan Kebon manggu
4. Di Jalan Lengkong Besar

Adapun sasaran yang menjadi tujuan pertama yaitu HOTEL HOMAN, karena di hotel tersebut bisa di katakan sebagai markas besarnya tentara Belanda. Selanjutnya KH. Mama Amilin Abdul Jabar bersama kawan-kawan semuanya dalam cara melakukan tiap-tiap serangan itu bersama-sama memakai tanda (ciri) GELANG MERAH di tangan, sehingga rombongan KH. Mama Amilin Abdul Jabar di namakan “PASUKAN GELANG MERAH”.

Kemudian tibalah masanya KH. Amilin Abdul Jabar bersama seluruh pasukan GELANG MERAH mundur teratur, serta pasukan tersebut dibagi menjadi dua tempat (2 markas), Pertama bermarkas di Ujung Berung dan kedua di Majalaya, semuanya mundur secara teratur pindah ke Garut serta bermarkas di kampung Sanding Desa Sukarasa (Samarang Garut). Selanjutnya pada tahun 1946 ada pengumuman harus pergi ke Jogja dan sebagian pasukan di pimpin oleh Sdr. SURIPNO serta terbagian lagi menjelma menjadi Laskar Rakyat. Setelah pasukan itu bercerai-berai, maka pada tahun 1950 KH. Amilin Abdul Jabar dkk pergi ke Jakarta, itupun tak lama KH. Amilin Abdul Jabar dkk pun pulang kembali ke Garut (tempat kediaman dahulu). Namun oleh karena pada saat itu disekitar Garut timbul berbegai kekacauan yang dikarenakan dengan gangguan gerombolan D.I sehingga pembunuhan-pembunuhan dan pembakaran-pembakaran sangat merajalela, kesimpulannya rumah pasukan KH. Amilin Abdul Jabar sendiri pun habis terbakar. Maka oleh karena itu pada tahun 1952 pasukan KH. Amilin Abdul Jabar bersama keluarga seluruhnya pindah ke Desa Lengkong besar kota Bandung, sejak tinggal di daerah Kota Besar Bandung maka pada saat itu dengan sendirinya pasukan KH. Amilin Abdul Jabar terbentuk sebagai ketua Penasehat UKP per RI (Usaha Korban Perjuangan Rrepublik Indonesia) dan merangkap menjadi PRD Pusat (Persatuan Rakyat Desa) Pusat, yang bermamksud tunduk dan patuh kepada Pemerintah dan pendirian “beragama Islam”, serta pada saat itu KH. Amilin Abdul Jabar dkk tidak memeluk (Mengalap) Torekat dan tidak pula memberikan pelajaran Torekat. Pada tahun 1955 Mama Haji Amilin Sekeluarga pindah ke Jl. Lengkong besar Bandung, pekerjaannya kalaun siang puasa dan kalau malam Tahajud yang banyaknya 24 rakaat, 12 kali salam. Selama ada di kota Bandung banyak orang yang bertanya dan meminta tolong dalam hal penyakit, perjodohan, Pekerjaannya dsb. Siapa saja yang datang kerumah Beliau Mama Kyai Amilin selalu di layani dengan baik, mereka yang dating itu dari berbagai kalangan ada bangsa Cina bangsa Belanda , bangsa Budha apalagi orang / masyarakat Indonesia Yang tidak pernah sholat, Yang nakal baragajul, perempuan nakal semuanya selalu dipanggil oleh Mama Kyai Amilin, disayang dikasih nasehat supaya berpikir menuju jalan yang lurus di Ridhoi oleh Alloh SWT.


Kejadiannya banyak perempuan yang nakal pada insyaf menempuh jalan yang diridhoi oleh Alloh SWT. Orang-orang yang tadinya jahat, kejam dan menindas orang lemah menjadi sholeh setelah bertemu dengan Mama Kyai Amilin, selalu di bimbing supaya dekat kepada Alloh SWT. Begitu jasanya Mama Kyai Amilin selama masa hidupnya dari mulai berjuang serta memerangi kemungkaran sampai dengan member nasihat supaya orang-orang insyaf dan berfikir kembali kejalan yang benar dan lurus. Sebagaimana yang di inginkan setiap waktu “IHDINASSIROOTHOL MUSTAQQIIM.” Namun namanya juga perjuangan dalam kebaikan pasti ada orang yang pro dan ada pula yang kontra, tidak kurang-kurang penyebaran ilmu “ISTIJRAD” (Ilmu Sihir), diantaranya ada yang “kelu” penyebaran ajaran Syetan Terkutuk katanya, “Na’udzubillah Himindzalik”, mentang-mentang tidak dipikir dulu, lidah tak bertulang, mulut pun tidak dijaga. Semua yang diwiridkan oleh Mama Kyai Amilin di ambil dari ayat-ayat suci Al-Qur’an tidak ada yang melanggar hukum agama Islam. Sebab kalau sihir tidak perlu memakai Ayat-ayat Al-Qur’an, cukup dengan jangjawokan juga bisa, sebab itu dibantu oleh Syetan yaitu yang disebut “ISTIJRAD.” Mama Kyai Amilin mempunyai istri semuanya ada 10 orang. Setiap mau memadu, beliau bicara terlebih dahulu kepada istri yang tua, yang sama tua dijadikan yang kedua, ketiga, ke empat, dst dapat memilihkan. Dari kesepuluh istrinya di karuniai 23 orang anak, dan hanya dua orang anak saja yang menjadi pegawai Negri Sipil yang lainnya mengikuti jejak Mama Kyai Amilin. Anaknya ada yang tinggal di Jakarta, di Garut dan yang paling banyak tinggal di kabupaten Bandung. Semua yang datang ke Kyai Mama Amilin yang diberi bacaan dan saran tidak disebut murid tetapi cukup disebut anak saja. Semua anak-anak Mama Kyai setelah diberi bacaan dan pelajaran hukum Agama Islam, maka hasilnya dari masing-masing anak-anak itu mempunyai keahlianya yang tidak sama satu sama lainnya. Diantaranya ada yang bisa mengobati gangguan jiwa ada juga yang bisa melihat jarak jauh. Misalnya, melihat rumah seseorang bisa dari jarak jauh, ada juga yang bisa mengobati sakit gigi, mata, perut, dsb. Tetapi bacaan yang diberikan Mama Kyai semuanya sama, namun hasil yang diterima sama putra-putranya itu berbeda-beda.


Intinya hakekat Abdul Jabar hanya untuk keselamatan dan pertolongan kesesama Ummat walaupun orang itu bukan Bangsa Indonesia juga bukan agama Islam. Apabila orang tersebut minta tolong, maka kita pun harus memberi pertolongan. Bagi orang-orang yang memegang Hakekat Abdul Jabbar kalau menolong seseoarang, niatnya harus ikhlas “Lillahita’ala”. Itu wasiat dari Mama Kyai. Para Putra Mama Kyai sampai saat ini sudah menyebar bukan hanya di pulau Jawa saja, tetapi sudah di seluruh Nusantara.


Pada saat sudah mendekati waktunya Mama KH. Amilin Abdul Jabar pulang ke Rahmatulloh, Mama KH. Amilin Abdul Jabar memberi wasiat kepada istri yang tua, “Mama kalau meninggal dunia mau dimakamkan ditanah milik, setelah makam Mama selama setahun harus didirikan mesjid, perhatikan airnya jangan sampai kekurangan, sediakan kamar mandi untuk orang yang memerlukan . Tempat yang terpilih oleh Mama Kyai yaitu di Desa Dayeuh Kolot, Bojong Asih Kab. Bandung. Mesjid tersebut sepi pada waktu sholat berjama’ah, namun lama kelamaan masyarakat di daerah tersebut mulai berpikir , sayang sekali kalau mesjid ini tidak di pergunakan untuk kemashlahatan umat, dimanfaatkan untuk umum dan khususnya putra-putra Mama Kyai yang mau ziarah kesana. Kenapa di belakang nama Mama Kyai Amilin ditambah nama Abdul Jabbar? Sebab faham yang diwiridkan oleh Syaikhuna Mama itu dinamakan Faham Abdul Jabbar. Mama Kyai Haji Abdul Jabbar meninggalnya pada usia 66 Tahun yakni pada tahun 1962. Innalillahi Wainna Ilaihi Rooji’uun.


Keterangan lain:
Ayahanda dari KH. Mama Amilin yaitu Bapak H. Sarbini besrta Ibu Hj. Imoh mempunyai 5 (lima) Putra.
1. Bapak Idris
2. Bapak Darma
3. Bapak Iming (KH. Amilin Abdul Jabbar)
4. Bapak Ika
5. Bapak Kasidin

Mama KH Amilin Abdul Jabbar (Mama Iming) mempunyai 10 istri dan 23 putra-putri, dari istri ke satu, Yaitu Ibu Suliah mempunyai tiga anak diantaranya:
1. Bapak H. Thosin
2. Ibu S. Hapsyah
3. Ibu S. Supiyah

Dari istri kedua, yaitu Ibu Hj. Emur (Ma Ageng) mempunyai 7 anak diantaranya:
1. Bapak H. Sadiqin
2. Ibu M. Rumanah
3. Bapak U. Nasrudin
4. Bapak S. Sunarya
5. IbuCacas Kindisyah
6. Bapak I. Rosidik
7. Ibu Rusyarik

Dari istri ketiga, yaitu ibu Mu’ah mempunyai 11 anak diantaranya:
1. Bapak Uban Rukban
2. Ibu Siti Markonah
3. Bapak H. Isykak Wijaya
4. Ibu Maya Wati
5. Bapak Shobur
6. Bapak Shobar
7. Bapak Rohmat Salamet
8. Ibu Tati Sarimanah
9. Ibu Iyam Maryamah
10. Bapak Maksum
11. Ibu Siti Nurcipta

Dari istri ke empat, yaitu Ibu Ining tidak mempunyai anak
Dari istri ke Lima, yaitu Ibu Irah tidak mempunyai anak
Dari istri ke enam, yaitu Ibu Diva tidak mempunyai anak
Dari istri ke tujuh, yaitu Ibu Siti Khadijah tidak mempunyai anak
Dari istri ke delapan, yaitu Ibu Hj. Idah mempunyai anak satu yaitu Ibu Lilis Setia Wati
Dari istri ke Sembilan, yaitu Ibu Popon mempunyai anak satu, yaitu Bapak Haji Barjah Sukana
Dari Istri ke sepuluh yaitu Ibu Nawangsih tidak mempunyai anak dan wafatnya juga menghilang (tilem).


Amanat KH. Amilin Abdul Jabar sebelum wafat, beliau wafat pada hari sabtu, jam 01.15 malam, silih mulud 1962, di kediamannya Ancol Timur 3 No 20 Bandung. Beliau menyampaikan Amanat kepada keluarga di saksikan oleh mang Empuy: “Andaikan Mama meninggal, Mama minta di makamkan di dayeuh kolot tepatnya di daerah Kp. Bojong Asih Gg. Budi Asih, di tanah zariah yang di berikan oleh Bapak Nunung Suhandadan di sampingnya minta di bangun Mesjid kecil atau Moshola yang sampai sekarang Mesjid tersebut di beri nama Mesjid Al-Ma’mur Baitul Jabar. Juga bila kelak mang Empuy wafat agar di makamkandi samping makam Mama (KH. Amilin Abdul Jabar)”. Dan amanah terakhirMama untuk seluruh Ikhwan-ikhwan yang mempelajari pengertian / ilmu Asma Abdul Jabar untuk tetap menjaga dan mengamalkan dalam keimanan dan keislaman yang nyata, jangan sampai menjadi musyrik.

sumber : 

Baitul Jabbar


 


Abdul jabbar adalah hamba allah yg gagah perkasa...
Diasumsikan saja bahwa kata "kita-kita" pada kalimat di atas maksudnya adalah saya dan anda dan semua orang.................................


Jika kita merujuk kalimah "Lahaola Walaquwata ilabillahi aliyul adzim"(mohon maaf jika salah nulis transliterasinya), Tidak ada daya dan kekuatan milik saya yang menyertai saya, hanya lah daya dan kekuatan milik Allah lah yang menyertai saya.

Dari ayat tersebut di atas, bisa di ambil petikan, bahwa
- tidak ada daya dan kekuatan selain milik Allah
- saya(atau siapapun atau kita-kita) sangatlah tidak berdaya dan berkekuatan tanpa daya dan kekuatan milik Allah

Jika secara kata Abdul Jabbar>> Abdi-Na/Hamba-Nya yang Gagah Perkasa, maka bisa disebut "Abdul Jabbar" ialah "Abdi-Na/Hamba-Nya yang Gagah Perkasa", "Abdul Jabbar" bukanlah "Mama", namun "Mama" kagelaran/digelari Oleh Kehendak-Nya dengan gelar "Abdul Jabbar", jadi yang "gagah perkasa" bukanlah "Mama" tapi yang "Gagah Perkasa" ialah "Abdi-Na/Hamba-Nya" yang tadi disebutkan yaitu atas Nama "Abdul Jabbar".
Guru, Murid dan ana
Berdasarkan pengalaman yang teralami oleh ana, Saudara sepupu ana pernah berkata: "Panggihkeun Guru atawa murid nu marengan diri"(indonesia: Temukan Guru atau murid yang menyertai diri).


RIWAYAT SINGKAT MAMA AMILIN

Nama asli : Amilin, lahir di Garut thn 1893, .Tahun 1909 masuk pesantren di kp. Tanjung Singuru (garut) pada Ajengan Imam Kodji, terus pesantren di kp. Kopok Balerante, Cirebon, trus ke pesantren Kresek Cibunder dan Cibatu Garut.. tahun 1928 naik haji dan mendapat gelar Haji Abdul Jabar dari Imam Saf’i dan belajar ilmu tauhid di Mekkah dengan Syaikh Patoni.
Tahun 1945 berangkat ke Bandung ikut perang dengan pasukan kurang lebih 3000 orang dikenal dengan pasukan Gelang Merah, karena pake gelang merah ditangan..


Pernah juga tinggal di Kramat pulo jakarta tahun 1950, tapi gak lama, pulang lagi ke Garut kerumah lamanya di kp. Cimencak desa Cintarajat. dan Tahun 1952 pindah ke daerah Lengkong Bandung.
Mama, pernah kimpoi lima kali, jumlah anak 21 orang

1. Ibu Ijah : punya anak : Tosin, Ocoh, Upi
2. Ibu. Hj. Ageung : punya anak : H. Sodikin, Munarusanah,
Nasrudin, Suryana, Idik, Cacas Kandasah
3. Ibu Hj. Maemunah : Ruhbana, Markonah. K.H. Ishak Wijaya,
Maya, Sobur, Sobar, Slamet, Tati Sarimanah. Iyam Maryamah,
Maksum.
4. Ibu Idah : Lilis
5. Ibu Popo : Barja
sumber ; server-gudang.blogspot.com

Almanak

Telah banyak buah karya Ulama kita yang sangat bermanfaat salah satunya adalah almanak hijriah. Memang ada perbedaan sedikit di berbagai daerah tentang ejaan dan penghitungan dan alhamdulilah saya mendapatkan almanak dan cara penghitungan dari Guru saya yang sangat saya hormati ( saya haturkan banyak terimakasih ) . Dalam alamanak ini tahun - tahunnya dituliskan berdasarkan numerologi huruf arab seperti tahun alif, jim dal..dan seterusnya dengan penghitungan hari yang matang dengan almanak ini semoga ikhwan dapat memberikan komentar dan masukan barangkali diantara ikhwan semua ada yang mempunyai alamanak serta mengetahui cara lain dalam penghitungannya.

gambar di bawah ini merupakan almanak buah karya K.H. Mama Amilin Syekh Abdul Jabbar



gambar di bawah ini adalah csalah satu contoh dari almanak hijriah buah karya K.H.Mama Amilin Syekh Abdul Jabbar yang saya dapat dari Guru saya yang sangat saya hormati.





gambar di bawah ini saya dapat dari ngegogling, kalau nggak salah gambar ini berasal dari negara Brunai Darusalam .







“Dia (Allah) yang menjadikan matahari memancarkan sinar dan bulan memantulkan cahaya, dan Dia menentukan tahap-tahap peredarannya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan. Allah tidak menciptakan hal itu melainkan dengan kebenaran. Dia menjelaskan ayat-ayat-Nya bagi orang-orang yang berpengetahuan” (Al-Qur’an, Surat Yunus ayat 5).
MESKIPUN negara kita memakai kalender Masehi sebagai almanak resmi, kalender Hijriyah tidaklah mungkin diabaikan, sebab mayoritas bangsa kita memeluk agama Islam yang menggunakan kalender Hijriyah untuk menentukan puasa Ramadhan dan Idul Fitri, ibadah haji dan Idul Adha, masa iddah istri yang ditinggal suami, perhitungan zakat tahunan, dan sebagainya. Kenyataannya, sampai awal abad ke-20 kalender Hijriyah masih dipakai oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara. Bahkan raja Karangasem Ratu Agung Ngurah yang beragama Hindu, dalam surat-suratnya kepada gubernur jenderal Hindia Belanda Otto van Rees yang beragama Nasrani, masih menggunakan tarikh 1313 Hijriyah (1894 Masehi). Kalender Masehi secara resmi dipakai di seluruh Indonesia mulai tahun 1910 dengan berlakunya Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap, hukum yang menyeragamkan seluruh rakyat Hindia Belanda.
Jenis-jenis KalenderAda tiga jenis kalender yang dipakai umat manusia penghuni planet ini.
Pertama, kalender solar (syamsiyah, berdasarkan matahari), yang waktu satu tahunnya adalah lamanya bumi mengelilingi matahari: 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik atau 365,2422 hari.
Kedua, kalender lunar (qamariyah, berdasarkan bulan), yang waktu satu tahunnya adalah dua belas kali bulan mengelilingi bumi: 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (29,5306 hari = 1 bulan) dikalikan dua belas, menjadi 354 hari 8 jam 48 menit 34 detik atau 354,3672 hari.
Ketiga, kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Oleh karena kalender lunar dalam setahun 11 hari lebih cepat dari kalender solar, maka kalender lunisolar memiliki bulan interkalasi (bulan tambahan, bulan ke-13) setiap tiga tahun, agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari.Kalender Masehi, Iran dan Jepang merupakan kalender solar, sedangkan kalender Hijriyah dan Jawa merupakan kalender lunar.
Adapun contoh kalender lunisolar adalah kalender Imlek, Saka, Buddha, dan Yahudi. Semua kalender tidak ada yang sempurna, sebab jumlah hari dalam setahun tidak bulat. Untuk memperkecil kesalahan, harus ada tahun-tahun tertentu menurut perjanjian yang dibuat sehari lebih panjang (tahun kabisat atau leap year).Pada kalender solar pergantian hari berlangsung tengah malam (midnight) dan awal setiap bulan (tanggal satu) tidak tergantung pada posisi bulan. Adapun pada kalender lunar dan lunisolar pergantian hari terjadi ketika matahari terbenam (sunset) dan awal setiap bulan adalah saat konjungsi (Imlek, Saka, dan Buddha) atau saat munculnya hilal (Hijriyah, Jawa, dan Yahudi). Oleh karena awal bulan kalender Imlek dan Saka adalah akhir bulan kalender Hijriyah, tanggal kalender Imlek dan Saka umumnya sehari lebih dahulu (kadang-kadang dua hari, jika hilal ternyata masih di bawah ufuk) dari tanggal kalender Hijriyah.Kalender Arab Pra-IslamSebelum kedatangan agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad s.a.w., masyarakat Arab memakai kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Tahun baru (Ra’s as-Sanah = “Kepala Tahun”) berlangsung setelah berakhirnya musim panas sekitar September. Bulan pertama dinamai Muharram, sebab pada bulan itu semua suku atau kabilah di Semenanjung Arabia sepakat untuk mengharamkan peperangan. Pada bulan Oktober daun-daun menguning sehingga bulan itu dinamai Shafar (“kuning”). Bulan November dan Desember pada musim gugur (rabi`) berturut-turut dinamai Rabi`ul-Awwal dan Rabi`ul-Akhir. Januari dan Februari adalah musim dingin (jumad atau “beku”) sehingga dinamai Jumadil-Awwal dan Jumadil-Akhir. Kemudian salju mencair (Rajab) pada bulan Maret.Bulan April di musim semi merupakan bulan Sya`ban (syi`b = lembah), saat turun ke lembah-lembah untuk mengolah lahan pertanian atau menggembala ternak. Pada bulan Mei suhu mulai membakar kulit, lalu suhu meningkat pada bulan Juni. Itulah bulan-bulan Ramadhan (“pembakaran”) dan Syawwal (“peningkatan”). Bulan Juli merupakan puncak musim panas yang membuat orang lebih senang duduk di rumah daripada bepergian, sehingga bulan ini dinamai Dzul-Qa`dah (qa`id = duduk). Akhirnya, Agustus dinamai Dzul-Hijjah, sebab pada bulan itu masyarakat Arab menunaikan ibadah haji ajaran nenek moyang mereka, Nabi Ibrahim a.s.Setiap bulan diawali saat munculnya hilal, berselang-seling 30 atau 29 hari, sehingga 354 hari setahun, 11 hari lebih cepat dari kalender solar yang setahunnya 365 hari. Agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari dan agar tahun baru selalu jatuh pada awal musim gugur, maka dalam setiap periode 19 tahun ada tujuh buah tahun yang jumlah bulannya 13 (satu tahunnya 384 hari). Bulan interkalasi atau bulan ekstra ini disebut nasi’ yang ditambahkan pada akhir tahun sesudah Dzul-Hijjah.Ternyata tidak semua kabilah di Semenanjung Arabia sepakat mengenai tahun mana saja yang mempunyai bulan nasi’. Masing-masing kabilah seenaknya menentukan bahwa tahun yang satu 13 bulan dan tahun yang lain cuma 12 bulan. Lebih celaka lagi jika suatu kaum memerangi kaum lainnya pada bulan Muharram (bulan terlarang untuk berperang) dengan alasan perang itu masih dalam bulan nasi’, belum masuk Muharram, menurut kalender mereka. Akibatnya, masalah bulan interkalasi ini banyak menimbulkan permusuhan di kalangan masyarakat Arab yang saat itu masih dalam suasana jahiliyah.Pemurnian Kalender LunarSetelah masyarakat Arab memeluk agama Islam dan bersatu di bawah pimpinan Nabi Muhammad s.a.w., maka turunlah perintah Allah SWT agar umat Islam memakai kalender lunar yang murni dengan menghilangkan bulan nasi’. Hal ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an Surat at-Taubah ayat 36 dan 37:“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketentuan Allah ketika Dia menciptakan langit dan bumi, empat daripadanya bulan-bulan haram (Dzul-Qa`dah, Dzul-Hijjah, Muharram, Rajab). Itulah keputusan yang lurus (sesuai peredaran benda langit). Maka janganlah kamu menganiaya dirimu (dengan berperang) pada bulan-bulan haram itu. Dan (jika bulan-bulan haram telah lewat) perangilah kaum musyrikin seutuhnya sebagaimana mereka memerangimu secara utuh pula. Ketahuilah bahwa Allah menyertai orang-orang yang bertaqwa.Sesungguhnya bulan nasi’ (interkalasi) hanyalah tambahan bagi kekafiran. Orang-orang kafir tersesat oleh bulan nasi’ itu. Mereka menghalalkan tahun yang satu dan mengharamkan tahun yang lain untuk memanipulasi bilangan bulan yang diharamkan Allah, sehingga mereka menghalalkan (perang) yang diharamkan Allah. Dihiaskan kepada mereka keburukan perbuatan mereka. Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang kafir.”Dengan turunnya wahyu Allah di atas, maka Nabi Muhammad s.a.w. mengeluarkan dekrit bahwa kalender Islam tidak lagi tergantung kepada perjalanan matahari. Hal ini lebih dipertegas dalam khutbah Nabi di Arafah tatkala beliau menunaikan haji. Meskipun nama-nama bulan dari Muharram sampai Dzul-Hijjah tetap digunakan karena sudah populer pemakaiannya, bulan-bulan tersebut bergeser setiap tahun dari musim ke musim, sehingga Ramadhan (“pembakaran”) tidak selalu pada musim panas dan Jumadil-Awwal (“beku pertama”) tidak selalu pada musim dingin.Mengapa harus kalender lunar murni? Hal ini disebabkan agama Islam bukanlah hanya untuk masyarakat Arab di Timur Tengah saja, melainkan untuk seluruh umat manusia di berbagai penjuru bumi yang letak geografis dan musimnya berbeda-beda. Sangatlah tidak adil jika misalnya Ramadhan (bulan menunaikan ibadah puasa) ditetapkan menurut sistem kalender solar atau lunisolar, sebab hal ini mengakibatkan masyarakat Islam di suatu kawasan berpuasa selalu di musim panas atau selalu di musim dingin. Sebaliknya, dengan memakai kalender lunar yang murni, masyarakat Kazakhstan atau umat Islam di London berpuasa 16 jam di musim panas, tetapi berbuka puasa pukul empat sore di musim dingin. Umat Islam yang menunaikan ibadah haji pada suatu saat merasakan teriknya matahari Arafah di musim panas, dan pada saat yang lain merasakan sejuknya udara Makkah di musim dingin.Perhitungan Tahun HijriyahPada masa Nabi Muhammad s.a.w. penyebutan tahun tidaklah memakai angka melainkan berdasarkan suatu peristiwa yang dianggap penting pada tahun tersebut. Misalnya, Nabi Muhammad s.a.w. lahir tanggal 12 Rabi`ul-Awwal Tahun Gajah (`Am al-Fil), sebab pada tahun tersebut pasukan bergajah raja Abrahah dari Yaman berniat menyerang Ka`bah. Nabi Muhammad s.a.w. mengalami Isra’ dan Mi`raj tanggal 27 Rajab Tahun Dukacita (`Am al-Huzn), sebab pada tahun itu Khadijah (istri Nabi) dan Abu Talib (paman Nabi) wafat. Kelahiran Nabi dan peristiwa Isra’-Mi`raj masing-masing bertepatan dengan tanggal 23 April 571 dan 27 Februari 621 Masehi.Ketika Nabi Muhammad s.a.w. wafat tahun 632, kekuasaan Islam baru meliputi Semenanjung Arabia. Tetapi pada masa Khalifah Umar ibn Khattab (634-644) kekuasaan Islam meluas dari Mesir sampai Persia. Pada tahun 638, gubernur Iraq Abu Musa al-Asy`ari berkirim surat kepada Khalifah Umar di Madinah, yang isinya antara lain: “Surat-surat kita memiliki tanggal dan bulan, tetapi tidak berangka tahun. Sudah saatnya umat Islam membuat tarikh sendiri dalam perhitungan tahun.”Khalifah Umar ibn Khattab menyetujui usul gubernurnya ini. Terbentuklah panitia yang diketuai Khalifah Umar sendiri dengan anggota enam Sahabat Nabi terkemuka, yaitu Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Talib, Abdurrahman ibn Auf, Sa`ad ibn Abi Waqqas, Talhah ibn Ubaidillah, dan Zubair ibn Awwam. Mereka bermusyawarah untuk menentukan Tahun Satu dari kalender yang selama ini digunakan tanpa angka tahun. Ada yang mengusulkan perhitungan dari tahun kelahiran Nabi (`Am al-Fil, 571 M), dan ada pula yang mengusulkan tahun turunnya wahyu Allah yang pertama (`Am al-Bi’tsah, 610 M). Tetapi akhirnya yang disepakati panitia adalah usul dari Ali ibn Abi Talib, yaitu tahun berhijrahnya kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah (`Am al-Hijrah, 622 M).Ali ibn Abi Talib mengemukakan tiga argumentasi. Pertama, dalam Al-Qur’an sangat banyak penghargaan Allah bagi orang-orang yang berhijrah (al-ladziina haajaruu). Kedua, masyarakat Islam yang berdaulat dan mandiri baru terwujud setelah hijrah ke Madinah. Ketiga, umat Islam sepanjang zaman diharapkan selalu memiliki semangat hijrah, yaitu jiwa dinamis yang tidak terpaku pada suatu keadaan dan ingin berhijrah kepada kondisi yang lebih baik.Maka Khalifah Umar ibn Khattab mengeluarkan keputusan bahwa tahun hijrah Nabi adalah Tahun Satu, dan sejak saat itu kalender umat Islam disebut Tarikh Hijriyah. Tanggal 1 Muharram 1 Hijriyah bertepatan dengan hari Jum’at 16 Tammuz 622 Rumi (16 Juli 622 Masehi). Tahun keluarnya keputusan Khalifah itu (638 M) langsung ditetapkan sebagai tahun 17 Hijriyah. Dokumen tertulis bertarikh Hijriyah yang paling awal (mencantumkan Sanah 17 = Tahun 17) adalah Maklumat Keamanan dan Kebebasan Beragama dari Khalifah Umar ibn Khattab kepada seluruh penduduk kota Aelia (Jerusalem) yang baru saja dibebaskan laskar Islam dari penjajahan Romawi.Sistem Kalender HijriyahDari Muharram sampai Dzulhijjah, setiap bulan 30 atau 29 hari sehingga 354 hari setahun. Dalam setiap siklus 30 tahun, 11 tahun adalah kabisat (Dzul-Hijjah dijadikan 30 hari), yaitu tahun-tahun ke-2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26 dan 29. Awal bulan (tanggal satu) ditandai dengan munculnya hilal (sehari atau dua hari sesudah konjungsi), yang dapat ditentukan dengan metode hisab (perhitungan astronomis) atau metode ru’yah (menyaksikan hilal dengan mata).Dalam tahun 2008 Masehi terdapat dua kali tahun baru Hijriyah. Pada 10 Januari 2008, kita memulai tahun baru 1 Muharram 1429 Hijriyah, tahun ke-19 dalam siklus 1411-1440. Sebelum tahun 2008 berakhir, umat Islam merayakan tahun baru lagi, sebab tanggal 1 Muharram 1430 Hijriyah jatuh pada 29 Desember 2008.Oleh karena peredaran bulan adalah sesuatu yang eksak, maka awal puasa dan Idul-Fitri pada masa mendatang sudah dapat kita hitung secara ilmiah! Kita akan memulai ibadah puasa Ramadhan tanggal 1 September 2008 dan merayakan Idul-Fitri tanggal 1 Oktober 2008. Kemudian kita akan berpuasa Ramadhan lagi mulai 22 Agustus 2009, lalu berlebaran pada 20 September 2009. Selanjutnya kita bertemu Ramadhan lagi tanggal 11 Agustus 2010 dan Idul-Fitri akan jatuh pada 10 September 2010. Mudah-mudahan nanti tidak ada perbedaan antara hisab dan ru’yah!Setiap 32 atau 33 tahun, dalam satu tahun Masehi terjadi dua kali Idul-Fitri (awal Januari dan akhir Desember) seperti pada tahun 2000 yang lalu. Para pegawai memperoleh THR dua kali, serta Idul-Fitri berdekatan dengan Tahun Baru Masehi. Fenomena ini pernah terjadi pada tahun 1870, 1903, 1935, 1968, dan akan berlangsung lagi tahun 2033, 2065, 2098, 2130, dan seterusnya.
Konversi Kalender Hijriyah ke Masehi
1 Muharram 100 H = 3 Agustus 718 M
1 Muharram 200 H = 11 Agustus 815 M
1 Muharram 300 H = 18 Agustus 912 M
1 Muharram 400 H = 25 Agustus 1009 M
1 Muharram 500 H = 2 September 1106 M
1 Muharram 600 H = 10 September 1203 M
1 Muharram 700 H = 17 September 1300 M
1 Muharram 800 H = 24 September 1397 M
1 Muharram 900 H = 2 Oktober 1494 M
1 Muharram 1000 H = 18 Oktober 1591 M
1 Muharram 1100 H = 26 Oktober 1688 M
1 Muharram 1200 H = 4 November 1785 M
1 Muharram 1300 H = 12 November 1882 M
1 Muharram 1400 H = 21 November 1979 M
1 Muharram 1500 H = 29 November 2076 M
Oleh karena 32 tahun Masehi = 33 tahun Hijriyah (97 tahun Masehi = 100 tahun Hijriyah), maka konversi tahun Hijriyah ke tahun Masehi atau sebaliknya dapat dilakukan dengan memakai rumus:M = 32/33 H + 622H = 33/32 ( M – 622 )Kalender Hijriyah setiap tahun 11 hari lebih cepat dari kalender Masehi, sehingga selisih angka tahun dari kedua kalender ini lambat laun makin mengecil. Angka tahun Hijriyah pelan-pelan ‘mengejar’ angka tahun Masehi, dan menurut rumus di atas keduanya akan bertemu pada tahun 20526 Masehi yang bertepatan dengan tahun 20526 Hijriyah. Saat itu kita entah sudah berada di mana. “Perhatikanlah waktu! Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian...” demikian pesan suci Al-Qur’an.Kalender SakaSebelum membahas kalender Hijriyah-Jawa, ada baiknya kita membahas dahulu kalender Saka yang dipakai nenek moyang kita sewaktu masih memeluk agama Hindu. Kalender Saka dimulai tahun 78 Masehi ketika kota Ujjayini (Malwa di India sekarang) direbut oleh kaum Saka (Scythia) di bawah pimpinan Maharaja Kaniska dari tangan kaum Satavahana.Tahun baru terjadi pada saat Minasamkranti (matahari pada rasi Pisces) awal musim semi. Nama-nama bulan adalah Caitra, Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada, Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, Phalguna. Kalender Saka merupakan kalender lunisolar. Agar sesuai kembali dengan matahari, bulan Asadha dan Srawana diulang secara bergiliran setiap tiga tahun dengan nama Dwitiya Asadha dan Dwitiya Srawana.Awal setiap bulan adalah saat bulan mati (konjungsi), sehingga tanggal kalender Saka umumnya lebih dahulu sehari dari tanggal kalender Hijriyah yang diawali munculnya hilal. Setiap bulan dibagi menjadi dua bagian yaitu suklapaksa (paro terang, dari bulan mati sampai purnama) dan kresnapaksa (paro gelap, dari selepas purnama sampai menjelang bulan mati). Masing-masing bagian berjumlah 15 atau 14 hari (tithi). Jadi kalender Saka tidak mempunyai tanggal 16. Misalnya, tithi pancami suklapaksa adalah tanggal lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah tanggal dua puluh.Konsep sunya (kosong) dalam ajaran Hindu mendasari kalender Saka untuk menghitung tahun dari Nol. Tanggal 1 Caitra tahun Nol bertepatan dengan tanggal 14 Maret 78. Tahun baru 1 Caitra 1930 jatuh pada tanggal 7 Maret 2008. Di Indonesia kita mengenal tahun baru Saka sebagai Hari Raya Nyepi.Di daratan Asia Tenggara, dari Myanmar sampai Vietnam, berlaku kalender Buddha yang menghitung tahun dari 544 SM, tahun Siddharta Gautama dilahirkan. Sistem kalendernya sama dengan kalender Saka. Tahun baru 2552 jatuh pada tanggal 7 Maret 2008. Tetapi tanggal yang dimuliakan umat Buddha bukanlah tahun baru, melainkan malam purnama bulan Waisaka, saat kelahiran dan pencerahan Sang Buddha. Itulah Hari Raya Waisak yang tahun ini jatuh pada tanggal 20 Mei 2008.Kalender Hijriyah-JawaKalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad ke-17. Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriyah secara bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043 Hijriyah), Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami (1613-1645) dari Mataram menghapuskan kalender lunisolar Saka dari Pulau Jawa, lalu menciptakan Kalender Jawa yang mengikuti kalender lunar Hijriyah. Cuma bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan. Jadi 1 Muharram 1043 Hijriyah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh pada hari Jum`at Legi (Sweet Friday) tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriyah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abul-Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya di seluruh Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang sangat bercorak Islam dan sama sekali tidak lagi berbau Hindu atau budaya India.Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa: Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramelan, Sawal, Dulkangidah, Dulkijah. Muharram juga disebut bulan Sura sebab mengandung Hari Asyura 10 Muharram. Rabi`ul-Awwal dijuluki bulan Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. Rabi`ul-Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya “sesudah Mulud”. Sya`ban merupakan bulan Ruwah, saat mendoakan arwah keluarga yang telah wafat, dalam rangka menyambut bulan Pasa (puasa Ramadhan). Dzul-Qa`dah disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya. Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat berlangsungnya ibadah haji dan Idul Adha.Nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Sanaiscara) yang berbau jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama hari dalam bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa: Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu. Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka atau budaya India.Dalam setiap siklus satu windu (delapan tahun), tanggal 1 Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1, ke-5, ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya tahun-tahun Jawa dalam satu windu dinamai berdasarkan numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Waw (6) dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Dal dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah (354 x 8) + 3 = 2835 hari, angka yang habis dibagi 35 (7 x 5). Itulah sebabnya setiap awal windu (1 Muharam tahun Alip) selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama.Menarik untuk dicatat bahwa jika umat Islam di luar Jawa hanya mengenal Senin 12 Rabi`ul-Awwal sebagai hari dan tanggal kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. maka umat Islam di Jawa menyebutkan saat lahirnya Junjungan kita yang mulia itu secara lebih komplit: Senin Pon 12 Rabingulawal (Mulud) Tahun Dal.Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun (3/8 = 45/120), sedangkan kabisat Hijriyah 11 dari 30 tahun (11/30 = 44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun), yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus hilang satu hari, agar kembali sesuai dengan kalender Hijriyah. Sebagai contoh, kurup pertama berlangsung dari Jum`at Legi 1 Muharam tahun Alip 1555 sampai Kamis Kliwon 30 Dulkijah tahun Jimakir 1674. Di sini 30 Dulkijah dihilangkan. Dengan demikian Rabu Wage 29 Dulkijah tahun Jimakir 1674 akhir kurup pertama langsung diikuti oleh awal kurup kedua Kamis Kliwon 1 Muharam tahun Alip 1675. Jadi, awal windu (1 Muharam tahun Alip) bergeser dari Jum`at Legi menjadi Kamis Kliwon. Setelah 120 tahun berikutnya, awal windu harus bergeser lagi menjadi Rabu Wage, kemudian pada gilirannya menjadi Selasa Pon, dan seterusnya.Setiap kurup (periode 120 tahun) dinamai menurut hari pertamanya. Periode 1555-1674 (1633-1749 Masehi) disebut kurup jamngiah (Awahgi = tahun Alip mulai Jumuwah Legi), kemudian periode 1675-1794 (1749-1866 Masehi) disebut kurup kamsiah (Amiswon = Alip-Kemis-Kliwon), dan periode 1795-1914 (1866-1982 Masehi) disebut kurup arbangiah (Aboge = Alip-Rebo-Wage).
Sejak tanggal 1 Muharam tahun Alip 1915 (1 Muharram 1403 Hijriyah) yang bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 1982, kita berada dalam kurup salasiah (Asopon = Alip-Seloso-Pon), yaitu periode 1915-2034 Jawa (1982-2099 Masehi), di mana setiap tanggal 1 Muharam tahun Alip pasti jatuh pada hari Selasa Pon.
1 Muharam Alip 1939 (1427 H) = Selasa Pon 31 Januari 2006
1 Muharam Ehe 1940 (1428 H) = Sabtu Pahing 20 Januari 2007
1 Muharam Jimawal 1941 (1429 H) = Kamis Pahing 10 Januari 2008
1 Muharam Je 1942 (1430 H) = Senin Legi 29 Desember 2008
1 Muharam Dal 1943 (1431 H) = Jumat Kliwon 18 Desember 2009
1 Muharam Be 1944 (1432 H) = Rabu Kliwon 8 Desember 2010
1 Muharam Wawu 1945 (1433 H) = Ahad Wage 27 November 2011
1 Muharam Jimakir 1946 (1434 H) = Kamis Pon 15 November 2012
1 Muharam Alip 1947 (1435 H) = Selasa Pon 5 November 2013
1 Muharam Ehe 1948 (1436 H) = Sabtu Pahing 25 Oktober 2014
1 Muharam Jimawal 1949 (1437 H) = Kamis Pahing 15 Oktober 2015
1 Muharam Je 1950 (1438 H) = Senin Legi 3 Oktober 2016
1 Muharam Dal 1951 (1439 H) = Jumat Kliwon 22 September 2017
1 Muharam Be 1952 (1440 H) = Rabu Kliwon 12 September 2018
1 Muharam Wawu 1953 (1441 H) = Ahad Wage 1 September 2019
1 Muharam Jimakir 1954 (1442 H) = Kamis Pon 20 Agustus 2020
1 Muharam Alip 1955 (1443 H) = Selasa Pon 10 Agustus 2021
1 Muharam Ehe 1956 (1444 H) = Sabtu Pahing 30 Juli 2022
1 Muharam Jimawal 1957 (1445 H) = Kamis Pahing 20 Juli 2023
1 Muharam Je 1958 (1446 H) = Senin Legi 8 Juli 2024
1 Muharam Dal 1959 (1447 H) = Jumat Kliwon 27 Juni 2025
1 Muharam Be 1960 (1448 H) = Rabu Kliwon 17 Juni 2026
1 Muharam Wawu 1961 (1449 H) = Ahad Wage 6 Juni 2027
1 Muharam Jimakir 1962 (1450 H) = Kamis Pon 25 Mei 2028
sumber ; ikrar-arohman.blogspot.com

SEJARAH TENTANG Ir.SUKARNO DAN K.H.MAMA AMILIN

SEJARAH TENTANG Ir.SUKARNO DAN K.H.MAMA AMILIN

Sejarah Tentang Mama Amilin Abdul Jabbar dengan Ir. Soekarno hun 1920 -an Pak Kasedanmenempuh pendidikan di HBS bandung sekarang berubah menjadi ITB Bandung, sampai gelar insiur
Jadi sekitar tahun 1920-an pak Karno sedang menempuh pendidikan di HBS Bandung sekarang berubah menjadi ITB bandung, sampai gelar insinyur beliau dapatkan di HBS Bandung,
Di masa kuliah beliau itu KH. Mamak Amilin tinggal di daerah Lengkong besar dekat alun-alun bandung  dan beliau PaK Kano ikutan ngaji ke mama amilin, kebetulan tempat kos beliau saat itu dekat dengan tempat Mama amilin saat itu,
Dan apa yang terjadi setelah itu beliau  semakin dekat dan menjadi pemimpin bangsa,dan Mama Amilin Abdul Jabbar banyak di minta petuahnya di dalam perjuangan beliau, bahkan sampai apa lambang negara, butir-butir pancasila dan masih banyak hal lainnya yang  beliau minta petuah.

 KH.Mama amilin abdul jabbar Dan Bung karno

    



 beliau Mama Sepuh KH Amilin lahir sekitar 1800 an, meninggal sekitar tahun 1962 dan dimakamkan di daerah Dayeuh Kolot Bandung dan bergelar Abdul Jabar diketahui sebagai salah satu guru spiritual presiden pertama Indonesia Bapak Ir. Soekarno. Beliau yg memprakarsai lahirnya falsafah negara Indonesia - Pancasila. Salahsatunya lambang Burung Garuda ini memiliki 17 sayap yg memiliki arti adalah "Hal yg lebih tajam dari Pedang Sayidina Ali RA adalah ahlak/perilaku yg mulia" (arti yg diambil dari tulisan arab yg membentuk sayap burung garuda).
Sungguh mulia bagian arti dari burung garuda ini. Dahulu dari sejarah nabi,Ahlak mulia memang hubungannya dengan Ahlak Nabi Muhammad SAW yg sungguh mulia. Bisa dihubungkan dengan kedua kalimah syahadat yg mengutamakan Ahlak yg baek. (segitu dulu ya)

***********************************************************************************
Oleh: H. Muhammad Said Kusuma*
SEJARAH YANG HILANG (MISSLINK)
Apabila kita berbicara tentang Pancasila, maka kita tidak akan lepas dari perjuangan tokoh-tokoh yang berhubungan dengan Pancasila, yaitu Tokoh-tokoh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia), seperti:

Ir. Ahmad Soekarno
Muhammad Hatta
Sultan Syahrir
Douwes Dekker
Abdul Gani
Muhammad Yamin
Mochamad Toha

Toloh-tokoh dari Sisi “Spiritual”, yaitu :
Ir. Ahmad Soekarno
Mama Amilin Abdul Jabbar
Eyang Santri Kalammullah (Jati Kusuma)
KH. Surya Poerwanegara
Wali Cipta Gati Arjakusuma (Eyang Kencana Gading)
Mualim Adang

Perjalanan Sejarah Ir. Ahmad Soekarno dalam menentukan Pancasila sebagai Lambang Negara dan 17 Agustus 1945 sbg Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Perjalanan ini dimulai saat Anak Bung Karno yaitu Guntur Soekarno Putra berumur 10 Tahun (Di Gunung Guntur Garut). Terjadilah dialog antara Bung Karno dengan para Tokoh Spiritualnya itu. Setelah dialog itu lalu Bung Karno pergi ke Gunung Salak – BOGOR yaitu di Taman Sari di dekat sebuah Pohon Waru untuk berkhalwat, bermunajat kepada Allah SWT.

Khalwat Hari I (Pertama) BUNG KARNO
Dalam khalwat pada hari pertama itu, Bung Karno memohon bermunajat kepada Allah SWT; Apakah kiranya yang akan dipakai sebagai Lambang Negara Republik Indonesia ini? Pada hari itu tiba-tiba muncul se-ekor Burung Elang Bondol dan mendarat di Pohon Waru. Bung Karno berpikir, mungkinkah ini yang akan dijadikan Lambang Negara ? namun akhirnya Bung Karno meneruskan kembali khalwatnya memohon petunjuk dari Allah SWT.

Khalwat Hari II (Kedua) BUNG KARNO
Khalwat pada hari ke-Dua itu mendarat se-ekor Burung Elang Laut di pohon waru, yang besarnya melebihi Burung Elang Bondol. Saat Bung Karno melihat burung itu, ia berpikiran mungkinkah ini, tetapi Bung Karno akhirnya berpikiran mungkin bukan ini petunjuk dari Allah sebagai Lambang Indonesia sehingga Bung Karno akhirnya melanjutkan lagi khalwatnya.

Khalwat Hari III (Ketiga) BUNG KARNO
Pada khlawat hari yang ketiga itu tiba-tiba Bung Karno melihat dari atas udara turun se-ekor Burung Elang yang dari jauh kelihatan kecil lama kelamaan menjadi besar dan mendarat di Pohon Waru. Burung Elang itu mempunyai Bentangan Sayap 1,5 – 1,8 Meter yang berwarna Emas. Selanjutnya Burung Elang itu disebut juga Burung Rajawali yang merupakan Burung khas Indonesia khususnya Jawa Barat.

Setelah melihat Burung Rajawali (Elang) yang sedemikian besar itu, lalu Bung Karno meminta Petunjuk kepada Allah SWT. Jika Burung Rajawali ini benar sebagai Lambang Negara Republik Indonesia, Bung Karno mohon diberikan petunjuk dan tandanya. Sehingga pada saat itu tiba-tiba Burung Rajawali itu Mengepakkan Sayapnya sebanyak 3 (tiga) kali sambil mengangguk dan lalu berdiri sambil menunjukkan Dadanya. Selanjutnya Bung Karno pada saat itu berkeyakinan bahwa Burung Rajawali itu sebagai Lambang Negara Republik Indonesia.

Dialog Bung Karno tentang Lambang Negara

Setelah kejadian itu lalu Bung Karno mengadakan Dialog dengan Para Tokoh Spritritual, antara lain:

Mama Amilin Abdul Jabbar berpendapat ; Burung Elang atau Rajawali diganti namanya menjadi Burung Garuda. Eyang Santri Kalamullah berpendapat; Burung itu adalah Burung Garuda dengan Bahasa Alam utk Akhirat dan Agama. Dari Dialog itu maka Bung Karno bersepakat bahwa Lambang Negara Republik Indonesia adalah Burung Garuda.

Dialog Hari Penentuan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia

Pada masa itu Bung Karno mengusulkan tanggal 15 Agustus 1945 adalah sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia. Tetapi Eyang Santri Kalamullah mengusulkan Hari Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agurtus 1945. Sehingga pada rapat tersebut akhirnya semua sepakat bahwa 17 Agustus 1945 sebagai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Adapun makna dari pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah sebagai berikut :
a. 17 ; berarti jumlah 17 Raka’at Shalat sehari semalam
b. 8 ; berarti 8 Arah Penjuru Mata Angin
c. 19 ; 19 huruf Hijaiyah BISMILLAHIRROHMANIRROHIM
d. 45 ; berarti jika dijumlahkan menjadi angka 9 (sembilan) yang berarti Wali Songo yang telah berjasa menyebarkan agama Islam di Bumi Nusantara
Dari hal ini saja mestinya kita harus Bangga bahwa sesungguhnya Negara yang kita cintai ini yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri atas KASIH dan SAYANG Allah SWT yang dilimpahkan untuk Bumi Nusantara ini.

***********************************************************************************
Posting ini hanya sekedar keingintahuan saya mengenai KH. Mama Amilin Abdul Jabar, karena keluarga saya adalah pengikutnya

*sumber : http://zeroo-jelajahtauhid.blogspot.com/
sama-sama belajar memperbaiki diri sendiri23



Bersembunyi di tempat terang

(http://wwwruanggelappenuhperenungancom.blogspot.com/2010/12/asma-allah.html)

Sejarah Tentang Mama Amilin Abdul Jabbar dengan Ir. Soekarno hun 1920 -an Pak Kasedanmenempuh pendidikan di HBS bandung sekarang berubah menjadi ITB Bandung, sampai gelar insiur
Jadi sekitar tahun 1920-an pak Karno sedang menempuh pendidikan di HBS Bandung sekarang berubah menjadi ITB bandung, sampai gelar insinyur beliau dapatkan di HBS Bandung,
Di masa kuliah beliau itu KH. Mamak Amilin tinggal di daerah Lengkong besar dekat alun-alun bandung  dan beliau PaK Kano ikuta ngaji ke mama amilin, kebetulan tempat kos beliau saat itu dekat dengan tempat Mama amilin saat itu,
Dan apa yang terjadi setelah itu beliau  semakin dekat dan menjadi pemimpin bangsa,dan Mama Amilin Abdul Jabbar banyak di minta petuahnya di dalam perjuangan beliau, bahkan sampai apa lambang negara, butir-butir pancasila dan masih banyak hal lainnya yang  beliau minta petuah.

b
http://1.bp.blogspot.com/-MmA9jsRGqiM/ThU66za3cpI/AAAAAAAAAy4/nlyclRG2XPU/s1600/cooltext538038344.gif
Bung Karno
Sejak 1950 sampai 1965 telah terjadi 7 kali percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno,
yaitu :

   1. Penggranatan di Cikini
                 Terjadi pada tanggal 30 Nopember 1957, di Cikini, dimana pada saat itu Bung Karno menghadiri peringatan ulang tahun Yayasan Perguruan Cikini. Guntur dan Megawati adalah murid SD Yayasan Perguruan Cikini. Bung Karno sempat meninjau berkeliling sekitar 25 menit, dan ketika pulang tiba-tiba terdengar ledakan hebat, yang belakangan adalah ledakan granat yang dilempar dari sekitar sekolah. Para pelakunya Juyuf Ismail, Saadon bin Mohammad, Tasrif bin Husein, dan Moh Tasin bin Abubakar berhasil dibekuk dan di hadapkan ke pengadilan militer. Mereka di jatuhi hukuman mati pada 28 April 1958.
   2. Penembakan dengan Pesawat MIG-17 ke Istana Negara
                        Pada tanggal 9 Maret 1960, Bung Karno sedang berada di Istana Merdek. Sebuah pesawat terbang MIG 15 terbang rendah dan meluncurkan roket tepat mengenai Istana Merdeka. Namun, Tuhan telah menggerakkan tangan-Nya untuk melindungi Bung Karno. Letnan Penerbang maukar, pilot pesawat itu mendaratkan pesawatnya di persawahan daerah garut karena kehabisan bahan bakar. Ia kemudian dijatuhi hukuman mati, tetapi sebelum sempat menjalani hukumannya, Bung Karno mengumumkan amnesty umum terhadap PRRI/PERMESTA
                  Yang pernah memberontak. Maukar yang termasuk unsure PRRI.PERMESTA, langsung dibebaskan.
   3. Usaha penembakan dalam acara Idhul Adha
                 Pada tanggal 14 Mei 1962, saat orang-orang mukmn termasuk Bung Karno sedang berjajar dalam shaf hendak mealksanakan Sholat Iedul Adha dengan mengambil tempat di lapangan rumput antara Istana Merdeka dan Istana Negara, tiba-tiba terdengar tembakan pistol bertubi-tubi diarahkan kepada Bung Karno dari jarak 4 shaf dibelakangnya. Ketika diperiksa, penembak mengaku melihat Bungkarno yang dibidiknya, ada dua orang dan menjadi bingunglah ia jendak menembak yang mana. ZTembakannya meleset tidak mengenai Bung Karno yang menjadi sasaran, sebaliknya menyerempet bahu Ketua DPR Zainul Arifin dari NU yang mengimami shalat. Orang tersebut divonis mati, tetapi ketika disodorkan kepada Bung Karno untuk membubuhkan tandatangan untuk di eksekusi, Bung Karno tidak sampai hati untuk merentangkan jalan menuju kematiannya, karena ia berpikir bahwa pembunuh sesungguhnya adalah orang-orang terpelajar ultra fanatic yang merencanakan perbuatan itu.
                 Seorang kiai yang memimpin pesantren di daerah Bogor H. Moh Bachrm, dituduh mengatur rencana tersebut dan memerintahkan melakukannya. Setelah meletus G30S, tempat tahanannya dipindahkan dari RTM ke Penjara Salemba berbaur dengan ribuan tahanan G30S. ditempat itu juga ditahan seorang kapten CPM yang pernah menginterograsinya. Haji Moh. Bachrum menyangkal semua tuduhan. Sikapnya terhadap tahanan G30S, sangat baik dan selama di Salemba, ia ditunjuk mengimami sembahyang berjamaan yang diikuti oleh semua tahanan yang beragama Islam yang diselenggarakan di lapangan penjara. Ia bebas lebih cepat dari pada para tahanan G30S, karena dianggap berkelakuan baik.
   4. Serangan mortar dari gerombolan Kahar Muzakar
                 Di jalanan keluar dari Laangan Terbang mandai menuju Kota. Peluru mortar diarahkan untuk mengenai kendaraan Bung Karno, tetapi ternyata meleset jauh
   5. Pelemparan granat di Makassar
                        Bung Karno dilempar granat pada malam hari di Jalan Cenderawasih, saat Bung Karn dalam perjalanan menuju Gedung Olahraga mattoangnn untuk mengghadiri suatiu acara. Lemparan granat itu meleset dan jatuh mengenai mobil lain yang beriringan dengan mobil Bung Karno dan tidak menimbulkan cedera apa-apa
   6. Terjadi ketika suatu hari Bung Karno dalam perjalanan mdari Bogor ke Jakarta dalam satu iring-iringan. Bung Karno melihat sendiri seorang laki-laki dengan gerak-gerik aneh seperti maling. Dan tiba-tiba saja melemparkan granat ke arah mobil Bung Karno.
Silakan Berkomentar, dan jangan diluar jalur..oke!

Read more:
Bung Karno Pernah Dicoba Dibunuh 7 Kali | »BlackBlogger™ http://sefrian92.blogspot.com/2011/02/bung-karno-pernah-dicoba-dibunuh-7-kali.html#ixzz1S700tPFreliau I. MENGKAJI AL – HIKMAH
Alhamdulillahihi robbil alamin, Allah menjadikan kita sebagai orang – orang yang mendapatkan
hidayah untuk mendapatkan pelajaran tentang Al – Hikmah.
AL – HIKMAH
Bagi sebagian orang yang mendapatkan Hidayah belajar Al – Hikmah maka terkadang beranggapan Al – Hikmah adalah Ilmu seperti pada umumnya. Tapi Al - Hikmah dikaji dalam bahasa
Maka kita akan mendapatkan arti dari asal kata HIKMAH yang artinya
Mengambil pelajaran dari apa yang telah terjadi atau yang kita alami
Dengan mengembalikan segala sesuatunya kepada kesadaran akan kekuasaan Allah,SWT.
Al – Hikmah bagi kita sebagai Ikhwan dan Akhwat sebagai perantara
untuk mencari kasih sayang dan ke-Ridhoan Allah, SWT.

”Barang siapa taat kepada Allah dan kepada Rasul, maka mereka itu akan bersama – sama dengan orang yang diberi ni’mat oleh Allah, ya’ni dari golongan para Nabi, Shiddiqin, Syuhada dan Shaalihin. Mereka itu teman yang baik”.(QS. An – Nisaa-i : Ayat 69)

Dengan cara mencintai Allah,SWT semoga Allah,SWT pun akan mencintai kita.

sumber :